SALAM LESTARI......!!!!!!!!!!!

Minggu, 01 Juli 2012

Mendaki Gunung Menghargai Hidup


Sedikit sekali orang yang bisa memahami keadaan seseorang atau keadaan sekitarnya,jika ia tidak terjun langsung atau mengalami apa yang dirasakan seseorang dalam kehidupannya Pecinta alam,Itulah yang pertama kali orang katakana saat melihat sekolompok orang – orang ini,dengan ransel sarat beban,topi rimba,baju lapangan,dan sepatu gunung yang dekil bercampur lumpur,membuat mereka kelihatan gagah.Hanya sebagian saja yang menatap mereka dengan mata bersinar,menyiratkan kekaguman,sementara mayoritas lainnya lebih banyak menyumbangkan cibiran,bingung,malah bukan mustahil kata sinis yang keluar dari mulut mereka,sambil berkata dalam hatinya”ngapain cape – cape naik gunung,nyampe ke puncak,turun lagi…mana disana dingin lagi,hi……..!!!!!!!!!”
Tapi tengoklah ketika mereka memberanikan diri bersatu dengan alam dan dididik oleh alam.mandiri,rasa percaya diri yang penuh,kuat dan mantap,mengalir dalam jiwa mereka.Adrenaline yang normal seketika menjadi naik yang hanya untuk menjawab golongan mayoritas yang tak henti2nya mencibir mereka dan begitu segalanya terjadi,tak ada lagi yang bisa berkata bahwa mereka adalah pembual !!!!!!!!

Peduli pada alam membuat siapapun akan lebih peduli pada saudaranya,tetangganya,bahkan musuhnya sendiri. Menghargai dan menyakini kebesaran tuhan menyayangi sesame dan percaya pada diri sendiri,itulah kunci yang dimiliki oleh orang2 yang kerap disebut petualang ini. Mendaki gunung bukan berarti menaklukan alam,tapi lebih utama adalah menaklukan diri sendiri dari keegoisan pribadi. Mendaki gunung adalah kebersamaan,persaudaraan,dan saling ketergantungan antar sesame.
Dan menjadi salah satu dari mereka bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi pandangan masyarakat yang berpikiran negative terhadap dampak dari kegiatan ini. Apalagi mereka sudah menyinggung soal kematian yang tampaknya memang lebih dekat. Pada orang2 yang terjun langsung di alam bebas ini.”mati mudah yang sia2” begitu komentar mereka saat mendengar atau membaca anak muda yang tewas di gunung. Padahal soal hidup dan mati,di gunung hanya lah satu dari sekian alternative dari suratan takdir tidak di gunung pun,kalau mau mati ya matilah…….!!!!!!!!!!!!
Kalau selamanya kita harus takut pada kematian ataupun petualangan,mungkin kita tidak akan mengenal Columbus penemu benua amerika dan barang temuannya yaitu amerika sendiri. Di gunung , di ketinggian kaki berpijak , disanalah tempat yang paling damai dan abadi. Dekat dengan tuhan dan keyakinan diri yang kuat. Saat kaki menginjak ketinggian tanpa sadar kita hanya bisa berucap bahwa alam memang telah menjawab kebesaran tuhan. Disanalah pembuktian diri dari suatu pribadi yang egois dan manja, Menjadi seorang yang mandiri dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Rasa takut , cemas, gusar, gundah, dan home sick memang ada, tapi itu dihadapkan pada kokohnya sebuah gunung yang tak mengenal apa itu rasa yang menghinggapi seorang anak manusia. Gunung itu memang curam, tapi ia lembut. Gunung itu memang terjal , tapi ia ramah dengan membiarkan tubuhnya diinjak2. Ada banyak luka ditangan , ada kelelahan dikaki, ada rasa haus yang menggayut dikerongkongan , ada tanjakan yang sepertinya tak ada habis2nya . Namun semuanya itu menjadi tak sepadan dan tak ada artinya sama sekali saat kaki menginjak ketinggian. Puncak gunung menjadi puncak dari segala puncak. Puncak rasa cemas , puncak kelelahan , dan puncak rasa haus , tapi kemudian semua rasa itu lenyap bersama tirisnya angin pegunungan.
Lukisan kehidupan pagi sang maha pencipta di puncak gunung tidak bisa diucapkan oleh kata2.Semuanya Cuma tertoreh dalam jiwa , dalam hati. Usai menikmati sebuah perjuangan untuk mengalahkan diri sendiri sekaligus menumbuhkan percaya diri , rasanya sedikit mengangkat dagu masih sah2 saja. Hanya jangan terus2an mengangkat dagu , karena walau bagaimana pun gunung itu masih tetap kokoh di t4nya. Tetap Menjadi paku bumi , bersahaja , dan gagah .Sementara manusia akan kembali keurat akar dmana dia hidup.
Ya, Menghargai hidup adalah salah satu hasil yang diperoleh dalam mendaki gunung.Betapa hidup itu mahal , betapa itu ternyata terdiri dari berbagai pilihan dimana kita harus mampu memilihnya meski dalam kondisi terdesak.satu kali mendaki , satu kali pula kita menghargai hidup.Dua kali mendaki , dua kali kita menghargai hidup. Tiga kali , empat kali , ratusan bahkan ribuan kali kita mendaki , maka sejumlah itu pula kita menghargai hidup.
Hanya seorang yang bergelut dengan alamlah yang mengerti dan paham , bagaimana rasanya mengendalikan diri dalam ketertekanan mental dan fisik , juga bagaimana alam berubah menjadi seorang/sosok/bunda yang tidak henti2nya memberikan rasa kasih sayangnya.
Kalau golongan mayoritas masih terus saja berpendapat minor soal kegiatan mereka , maka biarkanlah sajalah.Karena siapapun orangnya yang berpendapat bahwa ini hanya mengantarkan nyawa saja , bahwa kegiatan ini hanya sia2 belaka , tidak ada yang menaifkan hal ini.mereka Cuma tak paham bahwa ada satu cara dimana mereka tidak bisa merasakan seperti yang dirasakan oleh para pecinta alam ini,yaitu kemenangan saat kaki tiba pada ketinggian. Coba deh………..!TAPI JANGAN KAU MERASA TINGGI DENGAN KESOMBONGAN ,TETAPI RENUNGILAH HIDUP INI……….
Tapi tidak semua orang yang bergelut dalam alam benar2 mengerti makna dari semua kegiatan ini.
Kalau engkau tak mampu jadi beringin yang tegak di puncak , jadilah saja belukar , tetapi belukar yang terbaik , yang tumbuh di tepi danau.
Kalau engkau tak sanggup menjadi belukar
Jadilah saja rumput , tetapi rumput yang memperrkuat tanggul pinggiran jalan raya.

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah jalan kecil , tetapi jalan yang setapak yang membawa orang kemata air.

Tidak semua menjadi kapten , tentu saja ada awak kapalnya
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadi tinggi rendah nilai dirimu.

“ Jadilah saja dirimu , sebaik – baik dirimu sendiri “